Menu

Jumat, 13 Desember 2013

Biografi

Biografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “bios” yang berarti hidup, dan “graphien” yang berarti tulis. Dengan kata lain biografi merupakan tulisan tentang kehidupan seseorang.

Biografi menganalisa dan menerangkan kejadian-kejadian dalam hidup seseorang. Lewat biografi, akan ditemukan hubungan, keterangan arti dari tindakan tertentu atau misteri yang melingkupi hidup seseorang, serta penjelasan mengenai tindakan dan perilaku hidupnya.


Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama dapat berupa benda -benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping koran. Sedangkan bahan-bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku referensi atau sejarah yang memaparkan peranan subyek biografi itu.

Biografi adalah suatu kisah atau keterangan tentang kehidupan seseorang yang bersumber pada subjek rekaan ( non-fiction / kisah nyata). Sebuah biografi lebih kompleks daripada sekadar daftar tangga lahir atau mati dan data-data pekerjaan seseorang,tetapi juga menceritakan tentang perasaan yang terlibat dalam mengalami kejadian-kejadian tersebut yang menonjolkan perbedaan perwatakan termasuk pengalaman pribadi.
Ciri-ciri biografi adalah sebagai berikut :
1.        Subyeknya adalah manusia.
2.        Berfokus pada satu titik/subjek.
2.      Subjek yang dibahas sudah terjadi pada masa lalu.
3.      Ditulis berdasarkan pengalaman tokoh.
4.      Terdapat hal yang dapat diteladani.
5.      Terdapat hal menarik dalam diri tokoh/subyek.
6.   Memuat keistimewaan & prestasi tokoh.


PEMBENTUK KATA dan FRASA




PEMBENTUK KATA
1.     Non morfologi (pembentuk kata yang tidak sesuai dengan kaidah)
a.     Singkatan
b.     Akronim
2.     Morfologi (pembentuk kata yang sesuai dengan kaidah)
a.     Pengimbuhan
b.     Perulangan
c.      Pemajemukan



FRASA
Frasa adalah satuan yang terdiri dari dua kata atau lebih yang menduduki satu fungsi kalimat.
 Frasa Setara dan Frasa Bertingkat
Sebuah frasa dikatakan setara jika unsur-unsur pembentuknya berkedudukan sederajat atau setara.

 Frasa Endosentrik yang Koordinatif
Frasa ini dihubungkan dengan kata “dan” dan “atau”.

Frasa Endosentrik yang Atributif
Frasa ini terdiri atas unsur-unsur yang tidak setara.

Frasa Endosentrik yang Apositif
Secara sematik unsur yang satu pada frasa endosentrik apositif mempunyai makna sama dengan unsur yang lain. Unsur yang dipentingkan merupakan unsur pusat, sedangkan unsur keterangan merupakan aposisi.

Kelas Frasa
Frasa dibagi menjadi tujuh kelas kata. Diantaranya, adalah sebagai berikut :
1. Frasa Benda atau Frasa Nomina
Frasa benda atau frasa nomina adalah frasa yang distribusinya sama dengan kata benda. Unsur pusat frasa benda yaitu kata benda.

2. Frasa Kerja atau Frasa Verba
Frasa kerja atau frasa verba adalah frasa yang distribusinya sama dengan kata kerja atau verba.

3. Frasa Sifat atau Frasa Adjektiva
Frasa sifat atau adjektiva adalah frasa yang distribusinya sama dengan kata sifat. Frasa sifat mempunyai inti berupa kata sifat.

4. Frasa Keterangan atau Frasa Adverbia
Frasa keterangan adalah frasa yang distribusinya sama dengan kata keterangan

5. Frasa Bilangan atau Frasa Numeralia
Frasa bilangan adalah frasa yang distribusinya sama dengan kata bilangan. Pada umumnya frasa bilangan atau frasa numeralia dibentuk dengan menambahkan kata penggolong atau kata bantu bilangan.

6. Frasa Depan atau Frasa Preposisional
Frasa depan adalah frasa yang terdiri atas kata depan dengan kata lain sebagai unsur penjelas.

7. Frasa Ganti atau Frasa Pronominal
Frasa Pronominal ialah frasa yang dibentuk dengan kata pengganti

Selasa, 29 Oktober 2013

Memahami Arti Puisi



Beberapa langkah untuk memahami dan menikmati puisi adalah sebagai berikut :
1.       Menyingkap judul
2.       Memahami makna kata-kata kunci
3.       Mengusut rujukan kata hati
4.       Mempelajari konteks penciptaan
5.       Merumuskan makna utuh
 
:)
Contoh Puisi adalah sebagai berikut : 




Cintaku
Oleh : Emha Ainun Nadjib

Katakan padanya bahwa cintaku tak diikat dunia
Katakan padanya bahwa dunia pecah, ambruk, dan terbakar jika menanggungnya

Dunia sibuk merajut jeratan-jeratan
Mempersulit diri dengan ikatan-ikatan
Dimuati manusia yang antre panjang
Memasuki sel-sel penjara

Katakan bahwa kasih sayangku
Membebasknnya hingga ke Tuhan

Ruang tata hidup, perkawinan, kebudayaan, dan
Sejarah, adalah gumpalan sepi
Dendam dan kemalangan

Dan jika semesta waktu waktu hendak mengukur cintaku
Katakan bahwa ia perlu berulang kali mati
Agar berulang kali hidup kembali

Makna perbaris
1.       Dimanapun ia berada, atau apapun rintangannya, penulis akan tetap mencintainya
2.       Cintanya sangat besar dan tak ada yang dapat membendungnya/menghalangi
3.       Banyak masalah yang ia hadapi
4.       Dengan rintangan-rintangan di dalamnya
5.       Orang-orang berusaha menghalangi cintanya
6.       Tapi semua itu sia-sia
7.       Cintanya akan dibawa selamanya
8.       Cintanya tetap kukuh hingga mati
9.       Tidak peduli bagaimanapun latar belakang atau status yang ia punya, penulis tetap mencintainya
10.   Cinta—si penulis puisi— berlaku selamanya
11.   Diandaikan jika semesta meragukan cinta penulis
12.   Walaupun ia mati dan hidup kembali, ia akan tetap merasakan besarnya cinta si penulis tersebut di kehidupan selanjutnya.

Perbait
1.       Keyakinan penulis bahwa cintanya sangat besar dan tanpa batas.
2.       Apapun halangan dan rintangan yang menghalangi penulis tidak akan menyerah mencintai orang tersebut.
3.       Penulis akan terus mencintai orang itu hingga akhir hayat tanpa memperdulikan perbedaan.
4.       Penulis mencintai orang tersebut dengan tulus, bahkan ketika ia mencintai orang selain penulis.

Senin, 28 Oktober 2013

PENGALAMANKU Di Lorong Sekolah

Siang itu, saat matahari mulai condong ke Barat. Dengan punggung menahan beban yang lumayan berat dan rasa lelah yang menyelimuti tubuh, aku berjalan dengan muka lesu setelah 9 jam belajar. Waktu yang lama bagi—anak kelas 6 seperti—ku.
Perutku mulai bernyanyi. Aku lapar. Terlintas di otakku untuk melewati lorong sempit di sebelah sekolah agar mencapai rumah lebih cepat. Hmm… ya, setelah ku pikir-pikir, aku memutuskan untuk melewati gang sempit itu.
Berjalan selangkah-demi selangkah, aku melewati hampir sepertiga lorong sempit itu. Derap-derap langkah ku dengar. Aku menoleh ke belakang. Oh, ternyata dua temanku berjalan disebelahku. Kurasakan telepon genggamku bergetar. Aku merogoh saku rokku. Ada sms ternyata. Aku berhenti berjalan dan membalas sms tersebut. Mungkin, karena dua orang temanku sedang terburu-buru, mereka akhirnya mendahuluiku. Baiklah. Aku acuhkan mereka. Aku juga berani kok, pikirku.
Setelah sms ku terkirim. Aku memasukkan kembali ke dalam saku rokku. Aku mulai berjalan lagi. Beberapa langkah berjalan, aku melihat seorang nenek berambut putih dan memakai kebaya batik model lama. Dia berjalan sedikit terseok-seok. Aku melihatnya tanpa ada rasa curiga ataupun aneh. Karena di sekitar sekolahku juga banyak orang tua.
Aku menatap ke depan dan melihat dua orang temanku dengan mudahnya melewati nenek itu-karena nenek itu—saat itu--berada di pinggir lorong. Aku terus berjalan dan akhirnya sampailah pada moment dimana aku harus melewati nenek tersebut.
Nenek itu berjalan ke tengah lorong. Aku berusaha melewatinya dari samping kiri. Tapi, mungkin karena lorong yang sempit, aku gagal melewati nenek itu. Aku mencoba dari sisi kanan. Tak bisa juga. Aku mulai tak sabar. Selain karena aku lapar, aku juga merasa lelah sore itu. Akhirnya aku melihat nenek itu dengan wajah jengkel. Mungkin, di sms emotion, ekspresiku akan seperti ini (-_-).
Nenek itu balik menatap mataku. Aku dan nenek itu—jadilah—saling bertatapan sengit satu sama lain. Jika dalam film-film animasi atau kartun, (mungkin)  antara mataku dan mata nenek itu akan terdapat aliran listrik yang kuat. :P
Tiba-tiba nenek itu mengangkat tangan kanannya dan mengarahkan tangannya ke bahuku sambil berkata, “Putuku….(Jawa : Cucuku)” . Aku kaget dan menghindar. Nenek itu terlihat jengkel. Dia mencoba menyentuh bahuku dengan tangan kirinya. “Nang endi wae kowe kuwi (Jawa : Kemana saja kamu itu) ??” Aku menepisnya dan wajahku berubah menjadi ekspresi yang benar-benar marah. Sedangkan ekspresi nenek itu berubah menjadi sedikit sadis dan memaksakan.
Aku tak tahu kalau ekspresi nenek itu bisa berubah menjadi begitu menyeramkan. Aku mundur selangkah demi selangkah. Nenek itu berjalan mendekatiku. Aku semakin merinding. Aku berbalik dan berlari kembali menuju sekolahan. Aku tak mau lagi menoleh ke belakang.
Sesampainya di samping sekolah, aku mulai berteriak tidak jelas. “Lari!!! Ada orang gila dibelakangku!!!!”. Beberapa temanku yang sedang menunggu jemputan melihatku dengan wajah aneh dan bingung. Ada juga temanku yang—mungkin—menertawakan ekspresiku waktu itu.

Ah, sudahlah. Itu pengalaman yang aneh, lucu, menakutkan, dan menegangkan. :D