Relasi makna atau hubungan makna adalah hubungan kemaknaan
antara sebuah kata atau satuan bahasa (frase, klausa, kalimat) dengan
kata atau satuan bahasa lainnya. Hubungan ini dapat berupa kesamaan
makna (sinonimi), kebalikan makna (antonimi), kegandaan makna
(polisemi), kelainan makna (homonimi), ketercakupan makna (hiponimi),
dan ambiguitas.
Yang akan di bahas kali ini adalah relasi makna yang mencakup tentang polisemi, hiponim, homofon, dan homograf.
1. Polisemi
Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu. Umpamanya, kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki enam makna. Namur, makna –makna yang banyak dari sebuah kata yang polisemi itu masih ada sangkutpautnya dengan makna asal, karena dijabarkan dari komponen makna yang ada pada makna asal kata tersebut.
Persoalan lain yang berkenaan dengan polisemi ini adalah bagaimana kita bisa membedakannya dengan bentuk-bentuk yang disebut homonimi. Perbedaannya yang jelas adalah bahwa homonimi bukanlah sebuah kata, melainkan dua buah kata aatu lebih yang kebetulan bentuknya sama. Tentu saja karena homonimi ini bukan sebuah kata, maka maknanya pun berbeda.
Di dalam kamus bentuk-bentuk yang homonimi didaftarkan sebagi entri-entri yang berbeda. Sebaliknya bentuk-bentuk polisemi adalah sebuah kata yang memiliki makna lebih dari satu. Karena polisemi ini adalah sebuah kata maka di dalam kamus didaftarkan sebagai sebuah entri. Satu lagi perbedaan antara homonimi dan polisemi, yaitu makna-makan pada bentuk homonimi tidak ada kaitan atau hubungannya sama sekali antara yang satu dengan yang lainnya.
Yang akan di bahas kali ini adalah relasi makna yang mencakup tentang polisemi, hiponim, homofon, dan homograf.
1. Polisemi
Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu. Umpamanya, kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki enam makna. Namur, makna –makna yang banyak dari sebuah kata yang polisemi itu masih ada sangkutpautnya dengan makna asal, karena dijabarkan dari komponen makna yang ada pada makna asal kata tersebut.
Persoalan lain yang berkenaan dengan polisemi ini adalah bagaimana kita bisa membedakannya dengan bentuk-bentuk yang disebut homonimi. Perbedaannya yang jelas adalah bahwa homonimi bukanlah sebuah kata, melainkan dua buah kata aatu lebih yang kebetulan bentuknya sama. Tentu saja karena homonimi ini bukan sebuah kata, maka maknanya pun berbeda.
Di dalam kamus bentuk-bentuk yang homonimi didaftarkan sebagi entri-entri yang berbeda. Sebaliknya bentuk-bentuk polisemi adalah sebuah kata yang memiliki makna lebih dari satu. Karena polisemi ini adalah sebuah kata maka di dalam kamus didaftarkan sebagai sebuah entri. Satu lagi perbedaan antara homonimi dan polisemi, yaitu makna-makan pada bentuk homonimi tidak ada kaitan atau hubungannya sama sekali antara yang satu dengan yang lainnya.
contoh :
- Banting :
Toko itu mengadakan banting harga.
Jamal membanting meja ketika marah.
2. Homonim
2. Homonim
Kata homonim berasal dari
bahasa Yunani kuno onoma yang artinya ‘nama’ dan homo yang artinya
‘sama’. Secara harfiah homonim dapat diartikan sebagi “nama sama untuk
benda atau hal lain”. Secara semantik, Verhaar (1978) memberi definisi
homonim sebagai ungkapan (berupa kata, frasa atau kalimat) yang
bentuknya sama dengan ungkapan lain (juga berupa kata, frasa atau
kalimat) tetapi maknanya tidak sama. Hubungan antara dua buah kata yang
homonim bersifat dua arah. Artinya, kalau kata bisa yang berarti ’racun
ular’ homonim dengan kata bisa yang berarti ‘sanggup’, maka kata bisa
yang berarti ‘sanggup’ homonim dengan kata bisa yang berarti ’racun
ular’.
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya bentuk-bentuk homonimi, yaitu:
1. bentuk-bentuk yang berhomonim itu berasal dari bahasa atau dialek yang berlainan. Misalnya, kata bisa yang berarti ‘racun ular’ berasal dari bahasa Melayu, sedangkan kata bisa yang berarti ‘sanggup’ berasal dari bahasa Jawa.
2. bentuk-bentuk yang bersinonim itu terjadi sebagai hasil proses morfologi. Misalnya, kata mengukur dalam kalimat Ibu sedang mengukur kelapa di dapur adalah berhomonim dengan kata mengukur dalam kalimat petugas agrarian itu mengukur luasnya kebun kami. Jelas, kata mengukur yang pertama terjadi sebagai hasil proses pengimbuhan awalan me-pada kata kukur (me+kukur = mengukur); sedangkan kata mengukur yang kedua terjadi sebagai hasil proses pengimbuhan awalan me- pada kata ukur (me+ukur = mengukur).
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya bentuk-bentuk homonimi, yaitu:
1. bentuk-bentuk yang berhomonim itu berasal dari bahasa atau dialek yang berlainan. Misalnya, kata bisa yang berarti ‘racun ular’ berasal dari bahasa Melayu, sedangkan kata bisa yang berarti ‘sanggup’ berasal dari bahasa Jawa.
2. bentuk-bentuk yang bersinonim itu terjadi sebagai hasil proses morfologi. Misalnya, kata mengukur dalam kalimat Ibu sedang mengukur kelapa di dapur adalah berhomonim dengan kata mengukur dalam kalimat petugas agrarian itu mengukur luasnya kebun kami. Jelas, kata mengukur yang pertama terjadi sebagai hasil proses pengimbuhan awalan me-pada kata kukur (me+kukur = mengukur); sedangkan kata mengukur yang kedua terjadi sebagai hasil proses pengimbuhan awalan me- pada kata ukur (me+ukur = mengukur).
3. Homofon
Disamping homonimi ada pula istilah homofoni dan homogfari. Homofon dilihat dari segi “bunyi” (homo=sama, fon=bunyi), sedangkan homografi dilihat dari segi “tulisan, ejaan” (homo=sama, grafo=tulisan).
Homofon sebetulnya sama saja dengan homonim karena realisasi bentuk-bentuk bahasa adalah berupa bunyi. Namun, dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang homofon tetapi ditulis dengan ejaan yang berbeda karena ingin memperjelas perbedaan makna.
Disamping homonimi ada pula istilah homofoni dan homogfari. Homofon dilihat dari segi “bunyi” (homo=sama, fon=bunyi), sedangkan homografi dilihat dari segi “tulisan, ejaan” (homo=sama, grafo=tulisan).
Homofon sebetulnya sama saja dengan homonim karena realisasi bentuk-bentuk bahasa adalah berupa bunyi. Namun, dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang homofon tetapi ditulis dengan ejaan yang berbeda karena ingin memperjelas perbedaan makna.
Misalnya kata
bank dan bang
Bank adalah lembaga yang mengurus lalu lintas
uang
Bang adalah bentuk singkat dari abang yang berarti
’kakak laki-laki’.
sanksi yang berhomofon dengan
kata sangsi.
Sanksi berarti ’akibat, konsekuensi’
Apa sanksinya kalau belum membayar uang SPP?
Sangsi yang
berarti ’ragu’
Saya sangsi apakah dia akan dapat
menyelesaikan pekerjaan itu.
4. Homograf
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang tulisannya sama (jadi, homograf), sedangkan lafalnya atau bunyinya tidak sama .
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang tulisannya sama (jadi, homograf), sedangkan lafalnya atau bunyinya tidak sama .
Misalnya kata
teras yang dilafalkan (təras) dan berarti ’inti kayu’ dengan kata teras
yang dilafalkan (teras) dan berarti ’lantai yang agak ketinggian di
depan rumah’.
Contoh lain kata sedan yang dilafalkan (sədan) dan berarti
’tangis kecil, isak’ dengan kata sedan yang dilafalkan (sedan) dan
berarti ’sejenis mobil penumpang’.
Kalau melihat kedua contoh di atas
dapat dikatakan masalah kehomografian di dalam bahasa Indonesia adalah
karena tidak diperbedakannya lambang untuk fonem /ə/ dan fonem /e/ di
dalam sistem ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sekarang ini.
5. Sinonim
Sinonim adalah pertalian dua kata atau lebih yang memiliki makna sama
atau hampir sama. Suatu kata bersinonim dengan kata lainnya apabila
dalam kalimat yang sama, kata-kata tersebut dapat saling menggantikan.
Atau kata-kata yang memiliki kesamaan arti secara struktural atau
leksikal dalam berbagai urutan kata-kata sehingga memiliki daya tukar
(substitusi)
Contoh:
- ciri = tanda
- benar = betul
- agar = supaya
- rajin = giat
- hemat = irit
Contoh dalam kalimat:
- Pak Iwan meninggal dunia pada hari Kamis.
Pak Iwan wafat pada hari Kamis.
- Baju yang dikenakan Aulia sangat cantik.
Baju yang dikenakan Aulia sangat indah.
Contoh:
- ciri = tanda
- benar = betul
- agar = supaya
- rajin = giat
- hemat = irit
Contoh dalam kalimat:
- Pak Iwan meninggal dunia pada hari Kamis.
Pak Iwan wafat pada hari Kamis.
- Baju yang dikenakan Aulia sangat cantik.
Baju yang dikenakan Aulia sangat indah.
6. Antonim
Antonim adalah kata-kata yang memiliki pertalian makna bertentangan secara penuh atau secara sebagian dalam berbagai urutan kata.
Antonim disebut juga lawan kata, yaitu hubungan antara satu kata dengan kata yang lain yang dianggap berlawanan.
Contoh:
- siang > < malam
- pulang > < pergi
- kaya ><miskin
- panjang> < pendek
- hidup > < mati
Contoh dalam kalimat:
- Orang yang kaya itu membeli mobil.
Orang yang miskin itu tidak dapat membeli mobil.
- Rambutnya panjang sekali.
Rambutnya pendek sekali.
Contoh:
- siang > < malam
- pulang > < pergi
- kaya ><miskin
- panjang> < pendek
- hidup > < mati
Contoh dalam kalimat:
- Orang yang kaya itu membeli mobil.
Orang yang miskin itu tidak dapat membeli mobil.
- Rambutnya panjang sekali.
Rambutnya pendek sekali.
7. Hipernim – hiponim
Kata umum (hipernim) adalah kata yang ruang lingkup maknanya mencakup hal-hal umum dan menyangkut aspek-aspek yang lebih luas. Kata umum (hipernim) ini disebut juga superordinat.
Kata khusus (hiponim) adalah kata yang ruang lingkup maknanya mencakup hal-hal yang sempit atau hanya pada aspek tertentu saja. Kata khusus (hiponim) disebut juga subordinat.
Kata umum (hipernim) adalah kata yang ruang lingkup maknanya mencakup hal-hal umum dan menyangkut aspek-aspek yang lebih luas. Kata umum (hipernim) ini disebut juga superordinat.
Kata khusus (hiponim) adalah kata yang ruang lingkup maknanya mencakup hal-hal yang sempit atau hanya pada aspek tertentu saja. Kata khusus (hiponim) disebut juga subordinat.
Contoh :
Hipernim : Ibu guru menyuruh murid-muridnya mengumpulkan daun.
Hiponim : Nenek memasak daun singkong untuk sarapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar