Tiga Sekawan
Andi adalah salah satu murid yang tidak favorit di sekolah yang
favorit. Dia tidak memiliki begitu banyak teman. Sehingga, tak banyak pula yang
mengenalnya. Setiap hari, saat istirahat, dia selalu menghabiskan waktunya
untuk membaca buku di perpustakaan . Bukan karena dia rajin membaca, tetapi, karena dia
tidak memiliki cukup kawan untuk bermain dan tidak memiliki uang untuk pergi ke
kantin.
Siang itu, Andi sudah berada di perpustakan sedang membaca buku berjudul
“Bersepeda untuk Kebugaran”. Pada saat itu dia sedang asyik membaca, tiba-tiba
ia mendengar suara kertas disobek. “Kreek”.
Andi : (penasaran dengan
suara itu, berusaha memastikan, berjalan menuju asal suara) Apa yang dilakukan
mereka? (mengintip di sela-sela buku di rak lain, dua teman lain kelasnya
sedang menyobek kertas di salah satu buku milik perpustakaan sekolah)
Andi : Apa yang harus
kulakukan? Apa aku harus menegur mereka? Ataukah aku harus melaporkan kepada
petugas perpustakaan? (tanyanya dalam hati).
Andi bingung, ia kembali ke bangkunya lagi. Namun, dia berusaha
tidak menghiraukan peristiwa itu. Ternyata, hal itu tidak terjadi sekali saja.
Beberapa kali Andi melihat kejadian itu. Kali ini Andi merasa perlu menxari
tahu.
Andi : Hari ini mereka
tidak ke sini. Aku harus tahu apa yang mereka sobek. (menuju rak tempat buku
yang diobek mereka)
Andi : Ini adalah rak
pertama, aku harus menemukan bukunya. Dimana ya...? (membuka-buka buku satu persatuu) Nah! Ini dia!
Andi : Aku harus ke rak
berikutnya. (begitu seterusnya, hingga Andi dapat membawa semua buku)
Andi : “Sejarah Kota
Kembang”, “Dia yang Menumpuhkan Darah Rakyat”, “Rusaknya Stabilitas Negara”,
“Sang ‘Desroyer’”, “Antara Politik dan Kesetiakawanan”, “Lebih Baik Bungkam
daripada Dibungkam”, “Surat dari Tanah Merah”, “Ibu... Aku Buta Karenamu”.
(Andi semakin bingung dengan judul-judul buku ini, kemudian dia membalik-balik
bagian yang disobek)
Saat Andi
membuka semua buku di bagian yang tersobek, ternyata Petugas Perpustakaan (PP)
melihatnya dan memperhatikan.
PP : (melihat Andi)
Andi! Kamu apakan buku-buku itu!
Andi : e...e... saya ndak
tahu. Saya dapat buku ini sudah begini, Bu.
PP : Tapi kenapa semua?
Apa ini kebetulan semua? Jelaskan!
Andi : e..e... (Andi
bingung menjelaskannya)
PP : Nah, kamu tidak
bisa menjelaskan kan?
Andi : Tapi, bukan saya
yang melakukan ini, Bu. Betul.
PP : Saya ndak mau
tahu, kamu sudah tertangkap basah merusak buku milik perpustakaan. Menurut
peraturan, kamu harus menggantinya, maksimal sebelum kamu mendapatkan ijazah.
Andi : Tapi... Bu... (belum
sempat menjelaskan, PP sudah pergi dengan raut wajah marah, setelah mencatat
buku yang ada di hadapan Andi. )
Kebingungan Andi semkain bertambah. Antara penasaran dengan
perilaku mereka dan berusaha mencari tahu, bingung harus bertanggung jawab atas
perbuatan yang tidak dilakukannya.
Andi memutuskan untuk mencari tahu apa yang dilakukan kedua
temannya tersebut sebelum memberi pertanggungjawaban pada PP. Esoknya, ia
datang ke perpustakaan seperti biasanya dan melihat kedua temannya sedang sibuk
membuka-buka halaman.
Andi : (berdiri di belakang
kedua temannya)
Anak 1 : Tidak, bukan ini ...
Anak 2 : Kelihatannya masih
berhubungan ‘kan? Cepatlah, sebelum petugas yang galak itu tahu.
Anak 1 : Tidak, cari buku yang
lain. (berbalik hendak mencari buku lain. Namun kakinya menginjak kaki Andi)
Andi : Aduh! (Refleks
meloncat-loncat sambil memegang kaki kanannya)
Anak 1 : Whoa! (terkejut
melihat Andi)
Anak 2 : Whoa! (ikut terkejut)
Hei, apa yang kau lakukan disini?!
Andi : Eh ... aku mau
mencari buku .. (berlagak linglung)
Anak 1 : Kau menguping
pembicaraan kami?
Andi : Maaf, aku tak
sengaja mendengarnya. Sepertinya kalian kebingungan. Ada yang bisa kubantu?
Anak 1 dan Anak 2 berpandangan, saling memberi isyarat.
Anak 1 : (berbisik pada
temannya) Menurutku dia bisa dipercaya.
Anak2 : Dia sengaja menguping!
Anak1 : Lihat, dia memakai
kacamata bingkai tebal, pakaiannya rapi dan terlihat rajin. Kutu buku sejati!
Mungkin saja dia lebih pintar dari kita.
Anak2 : Maksudmu... Oh,
baiklah. Terserah saja!
Anak 1 : (menatap Andi dan
mengulurkan tangannya) Aku Erwan dan temanku ini Didit. Dia memang gampang
marah tapi sebenarnya baik. Siapa namamu?
Andi : (menghela nafas) Aku
Andi, teman sekelas kalian.
Erwan : Sungguh? Aku tak
pernah melihatmu. (mengingat-ingat)
Andi : Sudah, tidak
apa-apa. Jadi, apa yang kalian cari?
Erwan : Kami mencari buku
sejarah.
Andi : Mengenai apa?
Seingatku tidak ada tugas sejarah.
Erwan : Memang kami tidak
sedang mencari tugas, tapi hanya sekedar ingin tahu. Kau tahu buku pemerintahan
lama orbar?
Andi : Buku sejarah ada di
rak ketiga dari sana.
Erwan : Ya, tapi kami belum
menemukan petunjuk penting.
Andi : Petunjuk apa?
Didit merasa tidak nyaman dengan percakapan ini dan memutuskan
menghentikan Erwan.
Didit : Aku tak butuh
bantuannya, Er.
Erwan : Kenapa? Bukankah
bagus, kita bisa mendapat faktanya lebih cepat.
Didit : Sudahlah. Jangan
seret dia dalam masalah ini.
Erwan : Tenanglah. Aku cuma
meminta bantuannya untuk membantu mencari informasi.
Andi semakin penasaran. Ia tidak mau menyerah mencari tahu apa yang
sebenarnya mereka
cari.
Andi : Aku tidak keberatan
kok kalian minta bantuanku. Kalau perlu aku akan merahasiakannya.
Erwan : Lihat. Sudah kubilang
dia bisa dipercaya.
Didit : Tapi aku tidak
sependapat. Dia orang baru! Kau tidak bisa begitu saja percaya!
Erwan : Dit, sejujurnya aku
ragu apakah kita bisa menemukan kebenarannya jika cuma berdua. Satu-satunya
jalan adalah mencari anggota yang lebih pintar.
Didit : Memang kau tahu apa
soal dia? (menunjuk-nunjuk Andi) Kenal saja barusan, kau mau cari masalah?!
Andi : (kebingungan) Maaf, tapi sebentar lagi bel. Biar kucarikan
buku yang sekiranya kalian butuhkan.
Erwan : (tersenyum pada Andi)
Ya.
Sementara Erwan menenangkan Didit, Andi mencari buku-buku sejarah
yang kelihatannya sudah agak usang. Andi merasa tertarik dan ia harus ikut
dalam rencana kedua temannya itu. Ia kembali dan menyerahkan buku-buku itu pada
Erwan.
Erwan : Makasih. Nah ....
(membuka-buka halaman, Andi dan Didit memperhatikan) Hm .. Ini informasi
penting. (menyerahkan buku pada Didit. Didit menerima dan membacanya. Kemudian
hendak menyobek buku itu)
Andi : Jangan, jangan
disobek! (Suara Andi terlalu keras sehingga PP menoleh ke arah mereka. Dengan murka ia mendatangi
kelompok Andi dan berteriak)
PP : Dilarang menyobek
atau mencoret-coret halaman buku milik perpustakaan! (melihat Andi) Kau lagi!
Mengulangi kesalahan kemarin!?
Didit : Kabuuur! (Berlari
meninggalkan PP diikuti Erwan sementara Andi disidang di tempat, pasrah)
Sementara itu bel berbunyi dan murid-murid kembali ke kelas,
termasuk Andi. Ia tak melihat Erwan dan
Didit di kelas. Namun ada tulisan di buku catatannya. Andi diminta pulang
sekolah nanti datang ke ruang Kimia untuk membahas masalah tadi.
Sepulang
sekolah di ruang Kimia.
Andi : Harusnya mereka ada
di sini (menegok ke kanan kiri) tapi tak ada siapa-siapa. Mereka kemana? (Ia
melihat tumpukan kertas fotokopian di salah satu kolong meja dan membacanya.
Ternyata itu lembaran fotokopian buku sejarah yang tadi dicarinya. Tak lama
kemudian terdengar suara langkah kaki. Erwan datang diikuti Didit. Mereka
bernafas sepotong-sepotong setelah berlarian)
Didit : (melihat kertas
yang dipegang Andi) Tuh! Kau saja yang lupa meletakkannya!
Erwan : Untung, kukira
tertinggal! (menarik kursi di sebelah Andi dan duduk) Oh iya, Ndi. Maaf tadi
kami meninggalkanmu.
Andi : (Tertawa pahit) Ya,
tidak apa-apa.
Didit : Itu salahnya
sendiri berteriak-teriak dan tidak langsung kabur.
Erwan : Apa boleh buat, PP
memang suka cari korban. (Mereka bertiga tertawa)
Andi : Ada apa kalian
memanggilku?
Erwan : (menyamankan posisi
duduknya) Sebenarnya kami memutuskan untuk melibatkanmu dalam misi ini.
(melirik Didit)
Andi : (Andi duduk tegak,
keingintahuannya memuncak) Misi apa?
Erwan : Sebenarnya ini
mengenai keluarga Didit. Kau tahu kan masa pemerintahan Orde Baru yang katanya
rakyat hidup makmur itu?
Andi : (mengangguk) Ada apa
dengannya?
Didit : Ayahku kelahiran
Bandung. Sejak kecil beliau punya jiwa patriotisme dan rasa kebenaran yang
kuat. Di usia remaja beliau sudah aktif berorganisasi. Kemudian beliau menjadi
jurnalis di media yang terkenal saat itu. Informasi-informasi yang
disembunyikan oleh pemerintah dibeberkan agar masyarakat tahu kebobrokan dalam
sistemnya.
Andi : Oh, mengenai
pembersihan masyarakat yang menentang kebijakan Soeharto? Seingatku sebagian
besar informasi di media dikuasai pemerintah.
Erwan : Ya, akibatnya para
ABRI yang dielu-elukan masyarakat saat itu bertindak sewenang-wenang dengan
dalih mengatasnamakan bangsa.
Didit : Ayahku ditangkap
karena dituduh bergabung dengan PKI. Padahal beliau tidak pernah sekalipun
berniat membunuh orang!
Erwan : Jadi kita disini
mencari cara untuk membebaskan ayah Didit.
Andi : Kenapa bisa
ditangkap? Bukannya zamannya Soeharto sudah berakhir?
Erwan : Kau tahu, kan apa
yang disebut sebagai pengikut setia atau bekas aliansi?
Didit : Seperti itulah,
jadi mulai sekarang kita akan terus mencari kebenaran mengenai masalah ini.
Setiap ada informasi baru, cepat beritahu! Terutama tentang tempat
penyekapannya. Waktu dua orang waktu itu membicarakan sesuatu, aku dengar
mereka membawanya ke ‘penjara yang biasanya’.
Andi : (merasa bersemangat
dan mengepalkan tangan) Baiklah!
Di kelas, mereka selalu bertukar
informasi. Semakin lama semakin banyak informasi yang mereka peroleh dan mereka
menjadi sahabat yang tidak terpisahkan. Teman-teman sekelas menyebut mereka
dengan sebutan ‘Tiga Sekawan’.
Mereka menyelidiki letak
insiden-insiden yang terjadi masa Orbar, seperti pembantaian Lubang Buaya,
Pembantaian umat muslim, tawanan yang dibunuh tanpa diadili, sampai orang-orang
hilang masa itu. Andi, yang bapaknya seorang Polisi, membatu Tiga sekawan yang
sedang mencari data tentang penjara tersembunyi.
Polisi : Penjara tersembunyi? Memang pemerintah punya bangunan seperti
itu, tapi mengenai letaknya, aku tak tahu dimana.
Andi :
Apakah penjara tersembunyi itu ada banyak, Pak?
Polisi : Jumlahnya pun aku kurang yakin. Yang pasti mereka tersebar di
wilayah Indonesia.
Polisi 2 : Setidaknya aku
pernah dengar cerita kalau memang ada penjara bawah tanah yang sudah tidak
digunakan, tapi sudah dihancurkan.
Polisi 3 : Aku baru bekerja di
sini, tapi belum pernah dengar ada penjara tersembunyi.
Polisi 4 : Yang aku tahu
penyekapan macam itu dulu sering terjadi dan langsung dibereskan di tempat.
Andi : Begitu, Pak?
Baiklah, terimakasih, Pak.
(Tiga Sekawan terus menggali informasi di kepolisian, namun nihil)
Andi : (menghela nafas)
Informasi kita masih kurang, polisi tidak banyak membantu.
Erwan : Namanya saja
tersembunyi, pasti sulit dicari.
Didit : Jangan mengeluh! Setidaknya
susun informasi yang kita terima!
Erwan : Selagi kalian
menyusun, aku haus. Apa disini ada minimarket?
Didit : Di dekat
perempatan. Titip untukku juga! (Erwan pergi meninggalkan Andi dan Didit)
Andi : (membaca-baca
informasi yang sudah diterima) Aku penasaran dengan penjara bawah tanah ini.
Polisi tadi menyebutkan tempatnya di dekat sini.
Didit : Mau coba periksa?
Andi : (mengangkat bahu)
Belum tahu pasti tempatnya. (Beberapa menit kemudian, Erwan muncul
tergopoh-gopoh) Ada apa, Wan?
Erwan : Aku dapat informasi
baru!
Didit : Dari mana?
Erwan : (agak kebingungan)
Aku tidak tahu siapa, yang pasti, dia mantan anggota ABRI! Aku bertemu
dengannya saat berjalan ke minimarket, lalu aku dengar gumamannya. Dia termasuk
anggota yang melakukan ‘pembersihan’. (Erwan lalu menceritakan apa yang baru
saja dialaminya. Dia menceritakan perihal penjara bawah tanah yang ternyata
terdapat di hutan kota yang cukup terpencil namun dekat)
Didit : (menatap Erwan
dengan curiga) Kau tidak bicara sama orang gila ‘kan?
Andi : Kalau begitu, jelas
kita harus menyelidiki penjara bawah tanah itu!
Tiga sekawan
memulai penyelidikan di hutan. Mereka memutari hutan dan beberapa kali
memutari, sampai mereka menemui lubang yang berukuran
kurang lebih 50 cm.
Erwan : Itu lubang? Lubang yang rapi!
Didit : Buat apa lubang di sini?
Andi : Dan lagi, sepertinya
ada jalan ke bawah. Jangan-jangan... (Tiga Sekawan bersorak senang namun
seseorang mendengar mereka dan berteriak)
?? : Woiii!! Siapa disana?!
Erwan : (melihat wajah garang
dan badan kekar orang itu) Waduh, kita ketahuan! Kabur! (Tiga Sekawan berlari
tunggang langgang dan tidak berani menoleh ke belakang)
Esoknya,
mereka menceritakan hal itu kepada ayah Andi. Ayah Andi mengerti apa yang
diceritakan. Tapi dia tidak berpikir negatif.
Ayah Andi : Apakah ia membawa pistol?
Andi : Tidak, Ayah. Tapi ia terlihat
garang.
Erwan : Bisa saja dia menyimpan pistol di markasnya.
Ayah Andi : Dia
tidak waspada.
Andi : Orang itu, yang kemarin berjaga di
sini.
Ayah Andi : Sepertinya ia penjaga hutan ini.
Erwan : Bagaimana Bapak
tahu?
Ayah Andi : Lambang di pundaknya itu, lambang penjaga hutan resmi kota.
Andi :
Lubangnya ada di dekat mobil jeep itu. Kita harus membuat rencana biar tak
diketahui si penjaga!
Didit : Dibuat pingsan
saja! Disini banyak balok kayu.
Erwan : Terlalu
beresiko, bagaimana kalau gagal dan tertangkap?
Ayah Andi : Meskipun penjaga hutan sudah diamankan,
belum ada kepastian apa yang ada di dalam sana.
Didit : Kalau
begitu diancam saja setelah ditahan,
interogasi! (yang lain mengangguk-angguk, merasa itu adalah ide yang
bagus)
Andi :
(menyadari karung pasir yang tertata rapi di belakangnya lalu tersenyum penuh
kemenangan) Bagaimana kalau kita buat jebakan? Kita butuh tali dan tempat
tinggi!
Ayah Andi dan Tiga Sekawan mulai
berdiskusi membuat rencana penangkapan Penjaga Hutan. Mereka mendapat
kesepakatan dan menyiapkan properti-properti yang dibutuhkan. Andi berperan
sebagai penarik perhatian.
Andi : (menimpuk kepala PH dengan kerikil
dan berteriak keras) Paak tuaaa!
PH :
(melotot melihat Andi) Bocaah!! (berlari mengejar Andi sampai di titik yang
ditentukan)
Ayah Andi : Lepaskan
karungnya!
Erwan & Didit : (mendorong
karung pasir dari arah berlawanan. Keduanya menghantam tubuh PH, membuat PH terjepit di tengahnya dan jatuh.
Tiga Sekawan bersorak) Yes!
PH : (masih
setengah sadar) Bo... Bocah... Berandaaalll!! (Hendak berdiri, namun segera
pingsan setelah bunyi “BUAK!!”)
Didit :
(memegang balok kayu yang tadi telah dihantamkan ke kepala PH dengan kedua
tangannya)
Ayah Andi : (menepuk
kepala Didit) Bagus. Sekarang kita ikat dia. (tanpa disadari, terdengar bunyi
tembakan, mengenai Ayah Andi dan membuatnya pingsan)
Andi : Ayahh!!
Didit : Aduh!
(seseorang menawannya dari belakang. Didit melihat senjata yang tadi digunakan
untuk menembak Ayah Andi)
Penjahat : Mau apa
kalian kesini? (melihat Ayah Andi) Polisi? Kalian memanggil polisi?
Erwan : Gawat!
Penjahat : Bocah, di
sini bukan taman bermain. (menodongkan pistol ke kepala Didit) Kecuali kalau
kalian memang cari mati.
Didit : Lepas!
Lepas!
Penjahat : (menekan
kepala Didit dengan pistol) Diam! Kutembak kalau bergerak!
Andi :
(kebingungan, menoleh ke kanan kiri) Tidak ada senjata, tidak ada apapun!
Penjahat : Jadi,
kalian ke sini mau menangkap kami? (menoleh ke belakang dan menggumam) Duh, di
saat begini mana si botak itu?
Erwan : Bukan,
kami cuma mau membebaskan ayah teman kami!
Didit : Kau
menyekap Ayahku! (Didit mulai memberontak sekuat tenaga)
Penjahat : Oh,
ayahmu? Berani juga kau, Bocah. Di sini wilayah kekuasaan kami. Ambil sendiri
resikonya. Aku tidak peduli mau anak-anak atau orang dewasa, semua harus
“dibereskan”. (mendorong Didit dan memaksanya bersujud)
Didit : Ayahku
ndak salah! Beliau orang baik-baik!
Penjahat : Itu
menurutmu, Nak! (si Penjahat menyimpan pistolnya dan mengambil parang, hendak
menggorok leher Didit)
Erwan : (berteriak)
Dit!! Jangan!! (berlari hendak mengambil parang dari tangan Penjahat,
membuatnya sibuk menyingkirkan Erwan. Hal itu memberi kesempatan bagi Didit
untuk berdiri dan menendang perut si Penjahat)
Penjahat :
(memegangi perutnya, menahan sakit) Sialan! (Berjalan pelan-pelan kemudian
memaksa berlari, hendak menebas Didit dan Erwan bersamaan)
Andi :
(berteriak) Minggir! Awas karung pasir!! (Penjahat itu menoleh ke arah Andi dan
karung itu menabraknya. Penjahat jatuh tersungkur)
Tiga Sekawan bersorak senang. Erwan
meringis kesakitan karena tangannya tergores tajamnya parang dan berdarah.
Didit :
(tertawa mengejek) Tadi ‘kan yang mau digorok aku, kenapa malah kamu yang kena?
Akhirnya Ayah Didit berhasil
dibebaskan. Ayah Andi juga berhasil dibawa ke rumah sakit tepat waktu. Penjahat
dan aliansinya telah diserahkan pada polisi. Erwan dan Didit juga telah
mengganti buku perpustakaan yang telah disobek mereka dulu. Andi pun menjadi
sedikit terkenal di sekolahnya dengan julukan
‘Tiga Sekawan’.
Anggota : Audia S. I (02)
Nabila T. A (09)
X Bahasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar